MEMBERDAYAKAN KEMAMPUAN MENYIMAK ANAK
Berkomunikasi dengan anak merupakan aktivitas yang menyenangkan. Tidak hanya orang tua, anak pun akan merasa senang. Selain menyenangkan, lewat komunikasi dan interaksi sehari–hari dengan orang tua, teman, orang dewasa, dan lingkungannya, anak–anak akan menangkap berbagai informasi. Lewat komunikasi itulah anak–anak menjalani proses belajar mereka. Ketika memasuki usia 4–5 tahun, biasanya anak akan masuk lembaga prasekolah atau taman kanak–anak. Dalam tahap inilah belajar mengasah kemampuan menyimak dan berbicara menjadi penting.
Secara sederhana, komunikasi bisa dilakukan dengan mengajak mereka bercakap–cakap sesering mungkin. Mengajak anak bermain–main juga membantu kemahiran komunikasi. pada saat bermain itulah anak–anak menyimak dan mempelajari kata–kata baru.
Kemampuan berbahasa terdiri atas empat keterampilan, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Penguasaan keempat keterampilan tersebut mutlak diperlukan bagi anak–anak.
Keterampilan menyimak merupakan dasar keterampilan berbahasa justru mendapat porsi paling kecil dalam pembelajaran. Ini wajar terjadi karena masih adanya anggapan bahwa keterampilan tersebut tidak perlu dipelajari lagi karena sudah berlangsung secara otomatis.
Tuhan memberi kita dua telinga dan satu mulut, supaya kita menyimak dua kali lebih banyak daripada berbicara. Pernyataan ini menunjukkan kepada kita bahwa dalam kehidupan sehari–hari, seseorang lebih banyak menyimak daripada berbicara. Fakta itu juga menegaskan bahwa sehari–hari kita lebih banyak mendengarkan daripada berbicara. Oleh karena itu, meningkatkan kemampuan menyimak memiliki andil yang sangat besar bagi perjalan hidup seseorang.
Menyimak adalah sebuah tindakan menyengajakan diri untuk mendengar. Mendengar suara burung berkicau menangkap gelombang suara melalui daun telinga. Sedangkan menyimak suara burung berkicau adalah menyengaja mendengar apa yang melintasi daun telinga oleh sebuah kesadaran diri.
Menyimak adalah cara mendengar dan menerima perasaan serta memberi tanggapan yang bertujuan menunjukkan bahwa kita sungguh–sungguh telah menangkap pesan serta perasaan yang terkandung di dalammnya. Tindakan dalam menyimak diperlukan sebagai cermin, dengan memantulkan kembali, menamai perasaan, serta mengulangi inti pesan yang diungkapkan anak sehingga ia merasa didengar, dipahami dan didukung.
Menyimak bukan hanya “masuk telinga kiri keluar telinga kanan” atau sebaliknya. Menyimak ternyata benar–benar mencoba memahami apa yang dikatakan orang lain. Menyimak adalah sebuah proses serius yang tidak bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan kebiasaan, refleks atau insting.
Keterampilan menyimak telah diajarkan sejak dini. Selama sekolah sebagian besar pelajaran disampaikan melalui ucapan verbal. Bagi murid, menyimak adalah satu–satunya alat terbaik untuk menyerap apa yang disampaikan oleh guru. Beberapa metode ujian dilakukan dengan mendikte soal sehingga yang diuji pada murid bukan hanya kemampuan ingatannya, melainkan juga kemampuan menyimak murid tersebut.
Hambatan terutama mengapa anak terkadang tidak mampu menyimak dengan baik adalah karena biasanya anak cenderung hanya ingin mendengar apa yang ingin kita dengar. Inilah yang oleh beberapa pakar disebut sebagai saringan persepsi, atau persepsi selektif. Persepsi selektif ini dibentuk oleh nilai, kepribadian, kepentingan, tujuan, kecerdasan. Persepsi selektif ini mendorong seseorang hanya mau mendengarkan apa yang “menguntungkan” atau sesuai dengan keinginannya.
Peningkatan penguasan atau kemampuan berbahasa bisa dilakukan dengan melihat kepiawaian mereka bercakap–cakap. Anak usia 4–5 tahun biasanya mampu mengarahkan ucapannya dan selalu bersemangat berbicara tentang apapun yang dialaminya. Dia mampu bercerita tentang suatu hal, mendengarkan dan menyimak cerita baru, atau bahkan bercerita tentang dirnya sendiri. Pada usia ini, anak biasanya telah mengenal simbol–simbol seperti angka atau huruf. Mereka dapat melontarkan ide dan memberikan informasi sederhana dengan cara bercerita.
Struktur kalimat yang diucapkan anak biasanya terdiri dari delapan kata dengan jumlah perbendaharaan kata antara 1000–2000 buah. Mayoritas anak pada usia 4–5 tahun sudah mampu mengucapkan kata kata yang bisa dimengerti orang lain. Namun, bisa saja anak masih tampak gagap atau cadel, terutama anak laki–laki. (Hilman Hilmansyah, 2003)
Secara umum, masalah – masalah komunikasi yang dilami anak adalah:
a. Sulit menyimak
b. Sulit mengikuti perintah yang rumit atau kompleks
c. Sulit beriteraksi dan bercakap–cakap
d. Kurang kosakata saat bercakap
e. Sulit memepelajari warna dan pembilangan
g. Gagap
h. Sulit memahami tata bahasa dan tata kalimat
i. Pengucapan yang tak jelas
Melihat banyaknya kendala yang bisa dialami oleh anak tersebut, orang tua perlu mengenal berbagai macam cara mengatasinya. Salah satu hal yang bisa diabaikan adalah meningkatkan kemampuan anak dalam keterampilan menyimak.
Manfaat kemampuan menyimak akan terasa kalau seseorang sudah menghadapi situasi yang sulit. Terutama menangkap pesan baru atau menjalankan suatu perintah pada saat yang kritis. Ilustrasi di bawah ini menggambarkan bagaimana pentingnya meningkatkan kemampuan menyimak tersebut.
Pada awal penerbangan, sebelum pesawat lepas landas, seorang pramugari memeragakan bagaimana mengenakan sabuk pengaman, menggunakan pelampung, menarik baterai, menunjukkan letak pintu darurat, dan seterusnya. Bisa ditebak, hampir semua penumpang menganggapnya hal yang biasa. Kecuali bagi mereka yang pertama naik pesawat terbang mungkin akan mendengarkan dan memberi perhatian penuh pada peragaan itu. Mereka juga bukan sekedar mendengar, mereka menyimak. Peragaan itu menarik bukan hanya karena itu pengalaman baru bagi mereka, namun juga menyangkut keselamatan dan tindakan penyelamatan di kala darurat. Untuk itu, amatlah perlu diperhatikan ( Pikiran rakyat, 10 April 2005)
Keuntungan yang diperoleh dari menyimak adalah:
a. Membantu anak untuk mengenal, menerima dan mengerti perasaanya sendiri serta menemukan cara mengatasi perasaan dan masalahnya.
b. Merangsang mereka untuk berbicara dan mengemukakan masalahnya sehingga kita dapat mengetahui dengan tepat apa yang sebenarnya dirasakan anak. Dengan demikian perasaan negatif tersebut sedikit demi sedikit akan hilang.
c. Menumbuhkan rasa hangat dan mengakrabkan hubungan orang tua dan anak. Kita jadi belajar untuk bisa menerima keunikan anakyang sedang kita dengarkan masalahnya.
d. Membuat anak merasa dirinya penting dan berharga
e. Membuat anak merasa diterima dan dipahami cenderung akan mudah menerima dan memahami orang lain.
f. Membuat anak mau mendengarkan orang tuanya sehingga terjalin kerjasama
Bagaimanakah menyimak dengan baik?
Ketika menyimak seseorang tidak dapat berbicara. Kata pepatah, Anda takkan bisa menyimak dengan lidah yang berkata–kata. Menyimak setidaknya membutuhkan diam. Diam di sini bukan sekedar tidak berbicara, namun juga memperhatikan dengan baik apa yang muncul dalam benak saat menyimak. Acapkali yang terjadi adalah di saat menyimak, anak justru mempersiapkan apa yang akan dibicarakan segera setelah giliran berbicara tiba. Dalam hal ini, anak tak bisa dikatakan sepenuhnya menyimak. Menyimak adalah sikap aktif menyimak bukan berusaha mendominasi pembicaraan.
Di saat menyimak dengan sebenar–benarnya menyimak, seseorang akan mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Pertama, bisa memahami apa yang ingin disampaikan oleh lawan bicara. Dengan demikian, lawan bicara mendapat apa yang ingin didapatkan, yaitu perhatian seksama. Kita bisa melihat dari kacamata lawan bicara dan mengerti lebih baik lagi mengenai persepsi apa yang dimiliki lawan bicara. Kedua, kita bisa mengendalikan diri sendiri lebih baik lagi. Menyimak adalah proses “mengalah” kecenderungan dan persepsi diri sendiri, dan melepaskan sumbat yang memisahkan diri dari realita. Bahkan, menyimak adalah langkah awal kita menundukkan keegoan dan mengenal diri sendiri lebih baik lagi.
Langkah–langkah yang bisa diterapkan dalam memberdayakan kemampuan menyimak anak antara lain:
1. Mengajak anak berniat menyimak. Di langkah awal ini, apakah anak bisa merasakan bahwa menyimak adalah tindakan menyengaja yang semestinya dipicu oleh kesadaran diri. Apakah anak juga merasakan menyengajakan menyimak berarti mengalahkan kecenderungan diri sendiri yang bisa menghambat proses menyimak itu?
2. Mengatupkan bibir rapat–rapat dan mengelukan lidah. Apakah anak merasa sebuah kesulitan untuk menahan diri dari kecenderungan untuk berbicara dan memberikan komentar? Bila anak merasakan kesulitan itu, kita bisa menetapkan target berapa lama anak menyimak dengan seksama.mulailah dari lima menit, sepuluh menit, dan seterusnya.
3. Ketika menyimak, apakah anak bisa menangkap apa yang disampaikan oleh lawan bicara. Apakah anak bisa menemukan persoalan yang sedang dibicarakan. Lalu, apakah anak bisa menggambarkan bagaimana kepribadian lawan bicara? Bila tidak, tak apa. Menyimak tidak mengharuskan anak memahami seluruh apa yang ingin disampaikan lawan bicara.
4. Menggunakan satu telinga untuk menyimak lawan bicara. Dan satu telinga yang lain untuk menyimak diri sendiri. Apakah di saat menyimak lawan bicara, anak juga menyimak diri sendiri berbicara? Apakah benak anak mengolah memori, nilai–nilai dan persepsi–persepsi? Apakah anak menyusun kalimat–kalimat yang ingin dibicarakan? Apakah anak merasakan bahwa menyimak bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan begitu saja? Atau apakah anak terhanyut dalam apa yang disampaikan oleh lawan bicara.
5. Pada akhir pembicaraan, mencoba menilai kemampuan menyimak anak. Apakah anak memahami bagaimana lawan bicara , sekaligus diri sendiri? Apakah anak bisa mengenali setiap gerak emosi dan perasaan mengalir saat menyimak? Atau apakah anak tetap berdiri tegak diatas kuda–kuda kesadaran diri sendiri?
Dengan perilaku seperti di atas, diharapkan anak dapat mencontohnya. Kalau orang tua dapat memberikan simpati dan empati , tentu anak pun berusaha untuk bersikap seperti itu. Dengan demikian , perilaku tersebut akan terbawa dalam pergaulannya.
Minggu, 21 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar